Cara Menumbuhkan Kedermawanan, Begini Isi Khutbah Jumat Versi NU Bukan AsalAsalan

HEMN - Halo guys ini hari yang cocok mendapatkan menumbuhkan sifat dermawan lantaran dibilang sebagai Jumat Berkah, sebagaimana dijelaskan pada khutbah Jumat kali ini.
Dikutip pada Web nu.co.id, Jumat 20 Januari 2023, pada khutbah Jumat menerangkan berhubung menumbuhkan sifat dermawan seseorang, bisa dimulai pada Jumat berkah.
Sebelum memasuki ruang kelas, pada khutbah Jumat mari kita perhatikan kisah ini terlebih dahulu:
Baca Juga: RM BTS Diejek Oleh Army Internasional Gara-gara Jimin!
ÙØ³Ø¦Ù Ø§ÙØ¥Ù ا٠أØÙ د Ø¹Ù Ø§ÙØ±Ø¬Ù ÙÙÙ٠٠ع٠أÙ٠دÙÙØ§Ø± ÙÙ ÙÙÙÙ Ø²Ø§ÙØ¯Ø ÙØ§Ù: ÙØ¹Ù بشرط Ø£Ù ÙØ§ ÙÙØ±Ø إذا زادت ÙÙØ§ ÙØØ²Ù Ø¥Ø°Ø§ ÙÙØµØª.
Artinya: “Imam Ahmad ditanya berhubung seseorang yang memiliki (uang) seribu dinar, apakah orang tersebut seorang zahid?” Ia menjawab: “Iya, memakai syarat ia tidak senang saat (uangnya) bertambah, lalu tidak sedih saat (uangnya) berkurang.” (Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, ‘Iddah al-Shbirîn wa Dzakhîrah al-Sykirîn, Beirut: Dar al-Arqam, 2016, hlm. 213)
Kenapa kisah dalam atas perlu diperhatikan? Dijelaskan pada khutbah Jumat, lantaran ada hal yang perlu kita tambah lalu tingkatkan dalam puasa kita.
Penjelasan khutbah Jumat begini, setiap puasa kita hanya terpaku pada menahan diri dari makan, minum, lalu berhubungan badan, tapi kita kurang dalam hal “penahanan yang aktif” yang berwujud dalam dermawan ataupun pemberian. Berderma ataupun bersedekah bukan persoalan mudah. Dibutuhkan sesuatu yang lebih dari sekadar kaya lalu mampu. Dibutuhkan “pertahanan aktif” yang kuat, yang bisa memaksa seseorang bertahan dari kekikiran, ketidaktulusan lalu rasa eman-nya.
Baca Juga: Khutbah Jumat Tentang Akhlak dalam Bermedia Sosial Versi NU, Lengkap Ayat Quran lalu Hadist
Tidak jarang orang yang sudah berlimpah harta, tapi enggan menjadi dermawan. Ia tidak bisa mempertahankan diri dari kekikirannya.
Karena itu, kisah dalam atas perlu diperhatikan, alkisah tidak masalah seseorang itu kaya sekaya-kayanya, selama bertambahnya harta tidak membuatnya senang, selanjutnya berkurangnya harta tidak menyusahkan hatinya.
Jika perasaan ini sudah membias dalam diri, maka ia bisa disebut orang yang “zahid”, orang yang bisa menahan keberatannya mendapatkan bersedekah. Berkurangnya harta tidak menyedihkannya, bertambahnya pun tidak menyenangkannya. Dengan kata lain, tidak membuatnya terlena.
Tentu, mendapatkan sampai ke maqam ini tidaklah mudah. Dipenuhi ragam serangan keberatan, ke-eman-an, selanjutnya kekikiran. Bahkan mungkin, orang yang sudah mencapainya pun bakal terus berjuang selanjutnya bertahan dari “daya lena” yang dimiliki harta. Maka, diperlukan pertahanan aktif mendapatkan menahan “daya lena”nya.
Barangkali membiasakan diri bisa jadi langkah awal. Sesuai saran dari Sayyidina Abu Hurairah. Begini katanya:
ØªØ¹ÙØ¯Ùا Ø§ÙØ®Ùر, ÙØ¥Ù Ø§ÙØ®Ùر عادة
Artinya: “Biasakanlah (berbuat) baik, gara-gara sesungguhnya kebaikan itu kebiasaan.” (Imam al-Hafidh Abu Bakr Ahmad bin al-Husain al-Baihaqi, al-Jmi’ li Syu’ab al-Îmn, Riyadh: Maktabah al-Rusyd, 2003, juz 13, hlm. 209)
Contoh sederhananya begini. Tanpa sadar pikiran kita mengatakan alkisah sedekah adalah “uang receh”. Setiap kali ada orang yang meminta-minta kepada kita, baik saat kita dalam mobil alias dalam jalanan, refleks kita selalu mencari uang receh alias uang kecil. Jika kita tidak menemukannya, kita urungkan niat kita mendapatkan memberi.
Post a Comment for "Cara Menumbuhkan Kedermawanan, Begini Isi Khutbah Jumat Versi NU Bukan AsalAsalan"